Sabtu, 12 Juli 2014
KPK siap periksa Megawati untuk kasus BLBI
Korupsi
KPK Siap Periksa Megawati Untuk Kasus BLBI
Jumat , 11 Jul 2014 22:41 WIB
Megawati Soekarnoputri
Skalanews - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad menyatakan pihaknya tidak akan segan-segan memeriksa mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam menyelidiki kasus pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Pasalnya, Abraham menyebutkan pihaknya akan memanggil siapa pun pihak tak terkecuali Megawati yang saat kasus itu terjadi masih menjabat Presiden.
"KPK sudah pernah periksa JK mantan Wapres. Boediono saat masih Wapres kita juga periksa dalam kasus lain (Century). Apalagi Mega, dia kan sudah mantan (Presiden)," kata Abraham saat ditemui wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (11/7).
Untuk itu, tambah Abraham pihaknya akan segera mengelar ekspos kasus tersebut dalam waktu dekat. Nantinya, akan ditentukan apakah kasus ini statusnya naik atau tidak ke penyidikan.
Mengingat kasus SKL BLBI merupakan salah satu kasus yang punya resistensi besar. Sebab, kasus itu akan menjadi perhatian lembaga antikorupsi tersebut sebelum masa pimpinan KPK periode sekarang berakhir.
"Tadi baru saja saya panggil penyelidiknya. Saya tanya. Dalam waktu dekatlah, habis lebaran, harus ekspose karena sudah lama kan. Kalau kita sudah berakhir masa jabatan, takutnya mangkrak," jelas Abraham.
Diketahui, SKL BLBI ini dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu, Presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri.
SKL BLBI tersebut berisi pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor BLBI yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, atau dikenal juga dengan Inpres tentang release and discharge.
Berdasarkan Inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.
Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan Kejaksaan Agung akan mendapatkan surat perintah penghentian perkara (SP3).
Debitor BLBI
Penerima SKL BLBI beberapa di antaranya, yakni pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim, pengusaha The Nin King, pengusaha Bob Hasan, dan Salim Group (utang Salim Group ketika dibuatkan SKL mencapai lebih dari Rp55 triliun. Selang 2 tahun setelah SKL BLBI itu terbit, aset Salim Group yang diserahkan ternyata hanya bernilai Rp30 triliun).
Nama-nama lain yang turut menerima adalah James Sujono Januardhi dan Adisaputra Januardhy (PT Bank Namura Internusa dengan kewajiban sebesar Rp303 miliar), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian, Rp424,65 miliar), Lidya Muchtar (Bank Tamara, Rp189,039 miliar), Marimutu Sinivasan (PT Bank Putera Multi Karsa, Rp790,557 miliar), Omar Putihrai (Bank Tamara, Rp159,1 miliar), Atang Latief (Bank Bira, kewajiban membayar Rp155,72 miliar), dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Istimarat, Rp577,812 miliar).
Sebelumnya, dalam kasus ini Kejaksaan Agung sudah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah debitor. Meski beberapa konglomerat besar sudah menerima SKL sekaligus release and discharge dari pemerintah.
Padahal, Inpres Nomor 8 tahun 2002 yang menjadi dasar kejaksaan mengeluarkan SP3 itu bertentangan dengan sejumlah aturan hukum. Salah satunya dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, dari dana BLBI sebesar Rp144,5 triliun yang sudah dikucurkan ke 48 bank umum nasional, kerugian negara disebutkan mencapai Rp138,4 triliun.
Di sisi lain audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan terdapat penyimpangan sebesar Rp54,5 triliun dari 42 bank penerima BLBI. BPKP bahkan menyimpulkan Rp53,4 triliun dari penyimpangan itu terindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
KPK dalam kasus ini sudah memintai keterangan beberapa terperiksa. Mereka di antaranya mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004 Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, Menko Perekonomian 1999-2000 dan mantan Kepala Bappenas 2001-2004 Kwik Kian Gie, mantan Meneg BUMN Laksamana Sukardi, dan Mantan Menperin Rini Soewandi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar